Mungkin Yahudi adalah salah satu agama dimuka bumi ini yang
menjadikan pembunuhan dan kematian sebagai jalan penyatuan hidup bersama
Tuhan. Pembunuhan dan darah adalah dua kata yang tidak terpisahkan dari
kehidupan bangsa Yahudi dari zaman batu hingga masa kini. Jika setiap
hari anda menyaksikan kengerian dan kebrutalan dari pembantaian yang
dilancarkan zionisme Yahudi di muka bumi ini, ketahuilah bahwa nenek
moyang mereka telah memulainya ribuan tahun lamanya.
Adalah sejarawan terkemuka Yahudi, Josef Kastein (1860-1946), dalam bukunya History of Jews
yang mengatakan bahwa yang menjadi dasar ritual pembunuhan bangsa
yahudi karena menurut pandangan kaum Yahudi darah adalah tempat jiwa
bersemayam.
Kaum Yahudi zaman dahulu menjadikan darah orang Kristen untuk
dikeluarkan dari tubuhnya lalu diminumnya. Mereka percaya bahwa dengan
meminum darah tersebut, mereka akan meraih apa yang mereka inginkan.
Mulai dari tubuh yang sempurna hingga otak yang memiliki kecerdasan
segalanya. “Because of this belief, the Jews are known to have practiced
drinking blood since they made their first appearance in history,”
tandas Willie Martin dalam tulisannya The History of Jewish Human Sacrifice.
Ritual yang dilaksanakan kaum Yahudi ini pun sangat mengerikan dan
menakutkan. Satu orang korban bisa dibunuh secara bergerombol di tempat
keramaian. Ada pula korban yang diikat tangannya, dan sebuah benda tajam
mulai mencincang leher mereka. Tidak sedikit pula perut para korban
digunting untuk mengeluarkan darah sebanyak-banyaknya. Deras darah
tersebut akan ditadah sebagai persembahan dalam jamuan ritual Yahudi.
Tanpa ada gurat penyesalan atas matinya korban, para rabbi Yahudi
tersebut malah sibuk mengeringkan darah untuk kemudian dituangkan ke
dalam bejana berisi anggur dan roti. Dengan jemari kirinya, seorang
Pendeta Yahudi akan mengaduk-aduk berbagai campuran yang sudah
dimasukkan sambil membaca mantera “Dam Issardia chynim heroff Jsyn prech harbe hossen mashus pohorus,” (EROD,
VII, 12) yang artinya “Kami mohon agar Tuhan mau menurunkan sepuluh
wabah atas semua musuh agama Yahudi (termasuk Islam).”
Kekejeman
demi kekejaman seperti ini amat dimungkinkan oleh mereka, karena Yahudi
adalah agama yang menganut teologi permusuhan. Maka tak heran, dalam
melaksanakan ritualnya para pendeta Yahudi akan berdoa agar para goyim
diberikan tempat di neraka. Ghoyim sendiri adalah orang-orang yang
berada diluar agama Yahudi. Mereka beranggapan Ghoyim adalah makhluk
najis bahkan lebih hina dari binatang seperti termaktub dalam ayat-ayat
Talmud: “Orang-orang non-Yahudi harus dijauhi, bahkan lebih daripada babi yang sakit,” (Orach Chaiim 57, 6a). “Orang-orang Yahudi disebut manusia, tetapi non-Yahudi tidak tergolong manusia. Mereka adalah binatang,“ (Talmud: Baba Mezia 114b)
Setelah mengucapkan mantera tersebut, sang Pendeta akan terlihat
menangis. Tangisan haru yang tentu ditujukan bukan untuk mengasihi kita
orang Islam yang menurut mereka akan dicemplungkan ke dalam api neraka
neraka, namun tangisan itu lebih untuk menunjukkan pelampiasan emosional
mereka dalam menjalani ritual.
Pesta Paskah Yahudi sendiri hanyalah satu dari kesekian festival yang
dijadikan hari dimana ritual meminum darah dilakukan. Ia adalah
perayaan yang diselenggarakan pada hari ke-14 dalam bulan yang disebut Nisan (Imamat 23:4; Bilangan 9:3-5, Bilangan 28:16) atau bulan pertama kalender Ibrani selama delapan hari. Festival ini berakhir pada hari ke-21 Nisan di Israel, dan hari ke-22 Nisan di luar Israel dan dirayakan untuk memperingati keluarnya bangsa Israel dari Mesir.
Selama seminggu itu hanya roti yang tidak beragi yang boleh dimakan,
sehingga hari-hari itu juga disebut Hari Raya Roti Tidak Beragi.
Tua, muda, balita semuanya menjadi korban dari implementasi ajaran
kabbalah tersebut. Tidak ada sejarah pasti sejak kapan ritual pembunuhan
mulai rutin dilakoni Yahudi, namun Willie Martin menjelaskan usia dari
ritual ini hampir sama tuanya dengan orang Yahudi itu sendiri.
Selain Festival Paskah, Festival yang menjadi pelampiasan ritual
pembunuhan Yahudi adalah Festival Purim. Festival ini adalah sebuah
pesta kaum Yahudi yang dirayakan pada tanggal 14 dan 15 Adar (terakhir
berlangsung 20 Maret 2011). Pesta diselenggarakan dalam rangka
peringatan atas pembebasan bangsa Yahudi oleh Mordekhai dan Ester di
bawah raja Persia Ahasyweros. Dalam perayaan ini, banyak hal-hal unik
dapat ditemui. Salah satunya adalah penampilan berbeda para pria Yahudi
orthodox yang biasanya memakai busana hitam-hitam, begitu juga dengan
para wanitanya.
Sehari sebelum Festival Purim dilaksanakan, para Yahudi ini larut
dalam doa dan puja-puja kepada Tuhan-tuhan mereka. Tidak sedikit dari
mereka juga menjalani puasa. Namun tidak ada yang tahu bahwa tersimpan
cerita hitam dibalik perayaan yang memaksa Pemerintahan Israel kerap
menutup jalur Gaza dan Tepi Barat ini.
Adalah Dr. Arnold Sepencer Leese (1878–1956), seorang Cendekiawan
Barat yang sukses menyingkap kabut misteri Festival Purim yang teramu
dalam bukunya, Jewish Ritual Murder. Dalam bukunya, Dr. Leese
menceritakan kisah seorang pendeta Kristen asal Italia bernama Francois
Antoinne Thomas yang bepergian ke Suriah guna melakukan kerja amal
kepada masyarakat setempat. Pada 5 Februari 1840, ia telah diminta oleh
penduduk sebuah perkampungan Yahudi untuk mendermakan obat-obatan kepada
Anak-anak di sekitat situ.
Saat pulang, Thomas berkenalan dengan seorang Yahudi yang bernama
Daud Hariri dan memenuhi permintaan Daud untuk singgah di rumahnya.
Tanpa mengetahui, undangan itu ternyata hanyalah sebuah satu perangkap.
Di rumah Daud telah siap beberapa orang Yahudi menunggu kedatangan
Thomas.
Mereka
adalah bapak-saudara Daud, 2 orang adik dan 2 orang Rabbi. Tanpa belas
kasihan, kaki dan tangan Thomas diangkat, mulutnya disumbat dengan
sehelai sapu tangan.
Setelah hampir senja, seorang tukang gunting rambut bernama Sulaiman
(seorang Yahudi) dipanggil untuk membantai Thomas. Tukang gunting itu
agak takut-takut tetapi Daud sendiri mengeluarkan pisau lantas ikut
terlibat sambil dibantu oleh Harun, Hariri, adik Daud.
Darah Thomas ditempatkan dalam sebuah tempat kemudian diberi kepada
Rabbi Yaakub al-Antabi untuk diteruskan dalam sebuah acara. Rabbi Yaakub
menyapu darah segar itu pada roti suci dan dipuja untuk hidangan
Festival Purim yang bakal berlangsung pada 14 Februari 1840.
Mayat Thomas kemudian dipotong kecil-kecil dan dibuang ke tempat
pembuangan sampah. Selepas itu mereka menunggu pula kedatangan pembantu
Thomas, Ibrahim Ammar yang datang untuk mencari keberadaan Thomas.
Naas, Ibrahim menerima nasib serupa. Ia menjadi korban upacara Festival
Purim yang ditunggu-tunggu golongan Yahudi itu.
Kasus inipun kemudian memancing perbincangan besar-besaran di
masyarakat Eropa, Amerika, dan dunia Arab. Itu hanyalah satu kasus.
Karena beberapa korban Purim lainnya juga mengalami nasib tragis. [Muhammad Pizaro Novelan Tauhidi/islampos]
BERSAMBUNG
2 komentar:
Maasya Allah...begitu kejam dan liciknya yahudi...http://www.khocet.com/
Sebaiknya meraka punah dari muka dunia.
Posting Komentar