KEJADIAN
ini saya alami pas bulan Ramadhan kemarin, yang baru lewat itu.
Pagi-pagi sekali sehabis salat Subuh, saya di-SMS sebuah kepantiaan di
luar kota—mengingatkan bahwa hari itu saya sudah dijadwalkan untuk
mengisi pelatihan di luar kota. Segera saja saya menerobos Subuh yang
dingin, dengan menahan kantuk yang luar biasa.
Sambil menunggu bis, saya tilawah. Sayang jika waktu terbuang di
bulan Ramadhan percuma begitu saja. Setelah kira-kira lima menit, bis
pun datang. Waktu itu, saya tidak terlalu memperhatikan bis tersebut
karena sepertinya tidak ada yang aneh. Dalam bis, saya tilawah lagi.
Hanya, baru saja dapat sekitar 2 halaman, saya sudah terlelap. AC bis
yang dingin membikin kantuk tak terbendung.
Ketika sepertinya sudah merasa tidur cukup lama—mungkin sekitar
setengah jam—saya bangun karena dikejutkan oleh bis yang berhenti dan
semua penumpang turun. Di antara ambang kantuk yang masih menyerang,
saya segera sadar, ternyata bis yang saya tumpangi adalah bis angkutan
karyawan! Kelak saya bakalan tahu jika ternyata bis yang biasa saya
tumpangi ini, sebelum jam 06 pagi, biasa dipakai jemputan karyawan
sebuah pabrik di daerah perbatasan kota.
Dan ketika kesadaran sudah pulih sepenuhnya, saya tersentak kaget:
saya berada entah dimana! Pabrik itu ternyata terletak jauh di
perbatasan. Bayangkan, tidak ada kendaraan lain yang secara reguler
lewat situ, kecuali milik pribadi. Tetapi hey, siapa gerangan kiranya
yang bakalan “iseng” tiba-tiba ada di situ? Jika mau menunggu bis pabrik
itu lagi, kira-kira mungkin tengah hari atau mungkin lebih buruk lagi,
nanti malamnya.
Jadilah saya duduk bengong di bawah sebuah pohon. Bingung memikirkan
bagaimana cara untuk kembali ke jalan yang benar. Memang ada juga ojek
satu dua berseliweran, tapi ongkosnya, mencapai angka Rp. 70 ribu an.
Itu, tentu saja tidak realistis buat saya.
Tiba-tiba saja, entah darimana datangnya, sebuah motor berhenti di
depan saya. Pengendaranya membuka helm dan bertanya, “Mau ikut ke depan,
Mas?”
Tanpa bertanya-tanya lagi, saya langsung naik. Ya Allah, seketika
saya bersyukur. Dalam perjalanan itu saya ngobrol, dan menceritakan
sejarahnya kenapa saya bisa terdampar di negeri entah-berentah itu. Si
mas itu ternyata baru aja mengantar istrinya yang kerja di pabrik
tersebut.
KEJADIAN itu sungguh membuka mata hati saya. Memberikan suatu ibroh atau pelajaran yang luar biasa berharganya.
Selama ini, jujur saja, di dunia dan kekinian kita, kita selalu saja
dihadapkan dengan wajah-wajah dan kondisi yang tak ramah. Dunia yang
kejam. Walau tidak sepenuhnya benar, tapi sering juga terjadi. Misalnya
saja jika tengah mengendarai motor, di jalanan tidak sedikit yang selalu
bisa bikin kita mengumpat. Mulai dari polisi yang kadang-kadang
memaksakan diri mencari-cari kesalahan kita, sampai para pengendara
motor lain yang sangat cuek dengan cara nyetirnya, tidak peduli dengan
keberadaan dan keselamatan orang lain.
Nah, kejadian pagi itu menyadarkan pada saya, bahwa di zaman seperti
sekarang yang nilai-nilai kebaikan sudah begitu tipisnya, orang itu
memberi tahu bahwa masih ada yang namanya kebaikan, walaupun kecil.
Kebaikan yang tidak didasari pamrih.
Saya jadi semakin terbuka. Waktu ke Jakarta beberapa waktu yang lalu,
ketika menanyakan alamat, orang-orang yang saya tanyakan ternyata
benar-benar baik. Mereka, mulai dari tukang ojek, tukang dagang dan
para preman, mau menunjukan jalan. Lantas, saya jadi berpikir, dunia ini
memang masih ada orang-orang yang baik terhadap kita tanpa mengenal
kita. Mereka tidak pernah mengharapkan pamrih.
Malah kita sering kali dibikin jatuh dengan kelakuan orang-orang yang
kita kenal. Kenapa dia yang kita kenal dengan baik, kok tega-teganya
melakukan hal itu kepada kita?
PELAJARAN lain yang saya dapatkan adalah bahwa
ketika kita melakukan kebaikan, jangan pernah berbatas. Jangan pernah
memandang kebaikan kita sekecil apapun, kepada siapapun. Karena kita
yakin, dalam bentuknya yang lain, kebaikan itu akan kembali lagi kepada
kita. Suatu hari nanti. Kalau tidak sekarang, pasti kelak di kehidupan
yang lain. Karena Allah tak akan pernah salah menghitung!
Irfan Fauzan
Sumber: http://islampos.com/
0 komentar:
Posting Komentar