
Peluncuran yang diawali dengan Diskusi Publik bertajuk Tanggung Jawab
Sosial Terhadap Anak yang membahas bagaimana tanggung jawab media
massa seperti televisi, radio, koran dan online dalam memenuhi hak anak
untuk menghindarkan mereka dari tayangan yang mengandung unsur negatif
pornografi, kekerasan, mistis, dll. Salah satu hak yang terangkum dalam
31 hak anak dalam UU Nomor 23 Tahun 2002. MATA adalah lembaga yang
berkonsentrasi untuk mengadvokasi hak anak dari media massa dan
menumbuhkan sikap kritis masyarakat terhadap isi dari media massa yang
tersebar.

“Anak adalah peniru yang paling ulung, saat ini mereka dipaksa
mengonsumsi budaya pornografi yang bertentangan dengan sosiologis,
psikis dan tumbuh kembang anak. Seringkali juga mudah ditemukan berbagai
adegan televisi yang vulgar dan menampilkan kekerasan. Kasus
pemerkosaan terhadap anak yang dilakukan oleh sekelompok siswa SD di
Palembang setelah menonton tayangan porno pada april 2011 lalu adalah
dampak dari industri pornografi yang harus kita sudahi,” ujar Tsurayya
Zahra yang juga memimpin Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Anak KAMMI
Daerah Tangerang Selatan ini. “Diperlukan kepedulian dan sinergi antara
orang tua, pemerintah dan pemilik modal untuk melindungi anak – anak
bangsa.” tambahnya.

Suasana diskusi semakin menarik ketika Muthia Esfand , penulis buku
Women Self Defense berbagi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak
yang ditemuinya dikarenakan konten media porno serta bagaimana cara
menanganinya. Muthia Esfand yang akrab dipanggil Mbak Muthia menyebutkan
data LBH APIK menjabarkan 56 % kasus perkosaan bukan karena pakaian
minim, namun karena tontonan pornografi.
Acara ditutup dengan pembagian doorprize buku Women Self Defense serta ramah tamah. [islampos]
Sumber: Islampos.com
0 komentar:
Posting Komentar